Terjadi debat autis antara Ansor Ngabul dan anggota Jaulah di SMK Hadziqiyah, Jepara, Sabtu (15/09/2018) dini hari. |
Pengakuan Aan Herdian, anggota JT yang saat itu tiba-tiba muncul, ia datang diundang oleh Kiai Hayatun karena ada tamu dari Ansor Ngabul yang salah satu anggotanya disebut sangat keras mengkritik sepak terjang JT di Mayong dan Jepara pada umumnya.
Menurut Aan, anggotanya banyak disingkiri oleh kader NU karena alasan yang tidak ia tidak pahami. Ia juga tidak setuju jika JT disebut dengan nama-nama yang kurang pas, semisal jaulah, jamaah tablih, khuruj, jamaah ompreng masjid, dan lainnya, yang menurutnya bukan istilah yang berasal dari kelompoknya.
"Harusnya sesama umat Islam itu saling menguatkan, bukan sebaliknya," terang Aan saat memaparkan majelis dadakan yang direncanakan Kiai Hayatun tersebut.
Dia menyebut kalau JT adalah gerakan iman dan gerakan orang yang menginginkan umat Islam lebih dekat dan lebih bisa memakmurkan masjid. Tapi secara struktural, JT diakuinya memang tidak punya kepengurusan baku dari atas hingga bawah meski diakuinya ada di seluruh dunia. Ia mengaku paham dengan JT karena sejak di bangku kuliah Aan sudah ikut JT, mulai tahun 1992.
Ia menginginkan agar kader Ansor di Jepara bisa bertabayun kepadanya soal gerakan JT meskipun ia muter-muter (autis) jawaban ketika kader Ansor Ngabul mempertanyakan banyak hal, yang sejak dari struktur lingustik, bahasa dan hermenutiknya, cenderung mengambil jarak dengan harakah an-nahdliyyah di Jepara, antara lain:
- Kalau ingin menyatukan umat Islam, konsep apa yang Anda tawarkan? (Dijawab: gerakan iman).
- Berarti gerakan NU yang disebut harakah an-nahdliyyah Anda sebut apa, gerakan tanpa iman atau gerakan kafir? (Dijawab dengan jawaban mbulet).
- Di NU ada konsep ukhuwah wathoniyah, basyariyah dll, di Jaulah? (Dijawab mbulet. Kiai Hayatun setengah menantang, berani ndak JT ber-jaulah ke gereja seperti dilakukan Kiai NU di Jepara. Dijawab oleh anggota jaulah itu dengan cegukan dan mbulet).
- Kalau tidak ada struktur, lalu gerakan apa yang harus dikuatkan bersama? (Dijawab: gerakan bersama mendekatkan umat kepada masjid).
- Kalau tidak ada struktur JT, apa gerakan jaulah sebentulnya? (Dijawab: nasihat baik).
- Bukankah ormas NU dan kiainya melakukan hal itu setiap hari, Anda tuduh NU tidak beriman dan bernasihat baik? Kenapa gerakan iman terkesan hanya diklaim JT? (Dijawab mbulet).
- Bagaimana dengan jamaah Anda yang menyebut "NU perlu dijaulahkan"? (Dijawab: suruh tabayun karena menurut Aan, jaulah itu artinya silaturrahim).
- Kenapa kata silaturrahim tidak diganti saja dengan, misalnya halal bihalal, atau pakai gerakan silaturrahim biasa saja, kan sama artinya, kenapa pakai istilah jaulah segala? (Lagi-lagi suruh tabayun)
- Bagaimana dengan habib yang menyebut kalau jamaah JT itu punya niat baik berdakwah tapi tidak punya pegangan? (Tidak direspon tapi diminta tabayun)
- Bagaimana dengan pernyataan jamaah JT yang menyebut "tidak usah tahlilan segala"? (Dijawab Kiai Hayatun: itu bukan JT tapi salafi).
- Bagaimana dengan leader JT yang ingin "menguasai" NU Jepara dengan berencana membentuk "gerakan pimpinan MWC se-Jepara" agar dari JT semua dan dengan mudahnya nanti bisa melenggang jadi ketua NU Jepara? (Tidak direspon, dan mbulet).
- Siapa pihak yang mengirim teluh ke sahabat Ansor pasca UAS membatalkan hadir ke Jepara kemarin? (Dijawab: tidak tahu)
Situ yang membuat perkara sejak dari kalimat yang dilontarkan, tapi mengapa kader Ansor dan NU yang mengkritiknya diminta tabayun? Dan isinya meminta mereka dipahami sementara tidak mau memahami gerakan an-nahdliyyah yang jelas punya sanad ilmu, pilihan madzhab serta khittah dan qonun asasi-nya.
Intinya, ternyata JT adalah gerakan yang tidak punya kaderisasi dan kepemimpinan yang solid. Ia jelas tidak bisa dibubarkan apalagi dilacak tegas eksistensinya. Dakwahnya ada dan dirasakan, tapi gerakannya sulit dikontrol. Wajar jika tahun 1995 gerakan JT pernah ditunggangi kelompok oposisi di Afganistan.
JT mudah menyusup ke ormas manapun. Jika ada yang teriris dengan gerakan JT ini, sangat mudah terjadi benturan ideologis akibat perbedaan jenis harakah antar komunitas, antar kelompok atau bahkan ormas berbasis Islam. NU cukup berhasil dibuat teriris-iris gerakannya oleh FPI dan JT, sebagaimana Muhammadiyah juga berhasil diiris oleh gerakan awal HTI, PKS, Wahabi-Salafi, MTA, dan lainnya.
Yang mengiris Muhammadiyah harus masuk dengan bahasa yang sama, serta pintar bicara hadits "kullu bid'atin dholalah". Yang ingin mengiris NU, cukup dengan bahasa suka sholawatan atau pintar bicara tafsir atas hadits "innamal a'malu bin-niyyat". Kedua ormas ini jelas punya aset terdaftar, punya legalisasi terdaftar serta kaderisasi yang jelas saja, bisa di-iris. Apalagi JT yang tidak punya konsep apapun soal itu, dan hal itu diakui oleh Aan sendiri.
JT di berbagai daerah dan negara tidak bisa dipetakan jenis madzhab atau harakahnya kecuali dengan satu hal: masjid dan khuruj. Ini yang ketika itu disebut sahabat Ansor Ngabul sebagai fakta yang membedakan antara "antum" (kalian) dan "kunna" (kita). Ini yang hendak dilebur oleh JT, tapi konsep yang ditawarkan hanya soal "gerakan iman". Jelas tidak cukup.
Harusnya, kalau mengaku sesama umat Islam, kenapa bukan JT yang menguatkan NU, yang jelas sejarah dan eksistensinya dari atas hingga ke ranting. Kok NU yang diminta menguatkan? Jika yang dikuatkan hanya bagian dari gerakan ke masjid dan cukup membawa bekal, jelas bukan NU kaffah. NU itu membangun masjid dan memakmurkannya sejak dulu. Meski terjadi bolong sana bolong sini. Dan ada LTM (Lajnah Tamir Masjid), lembaga NU yang memiliki misi memakmurkan masjid.
"Kami hanya mengajak umat Islam agar mendekat ke masjid, meski nanti yang panen adalah NU. Kiai NU yang mengisinya setelah kami pergi pindah ke masjid lain," katanya.
"Kapan ada kontrak begitu antara JT dan NU sejak dari PB sampai PR?" Bantah salah satu peserta diskusi kecil dari Ansor Ngabul, di depan bangunan sekolah SMK Hadziqiyah yang sedang dibangun oleh Kiai Hayatun tersebut.
NU itu jelas siapa pemimpinnya, sejarahnya, harakahnya, evaluasinya, kaderisasinya, lha kok harus berkerjasama dengan gerakan yang tidak bisa disentuh legal standingnya? Sementara sekup gerakan mereka adalah dakwah dari masjid ke masjid, dan menyusup antar pesantren yang dulunya kader NU tapi kemudian suka menggembosi dan nyinyir kepada NU, untuk apa?
Dakwah kiai NU itu kontinyu. Begitu ingin membangun daerah, kiai mukim di daerah situ hingga beranak-pinak mendirikan masjid, mushalla pesantren, sampai wafat. Tidak seperti di JT yang datang selama sekian hari di masjid lalu meninggalkan daerah sekitar tanpa kontrol, tanpa evaluasi hasil dakwah serta mendidik masyarakat secara simultan hingga meninggal.
Meski demikian, kata Aan Herdian menerangkan bahwa dakwah JT juga kontinyu. Cuma konsep kontinyunya adalah dengan cara khuruj ke masjid di masing-masing daerah.
"Tadi kok Aan tiba-tiba mecungul di lokasi muncul siapa yang beritahu? Ada mata-mata ini," mendadak Kiai Hayatun menelepon Ansor Ngabul yang sedang perjalanan pulang.
"Loh bukannya tadi dia sendiri yang bilang Mbah, kalau jenengan yang mengundang karena kebetulan ada Ansor Ngabul sowan".
"Ora, ora aku".
"Lha terus sinten, Mbah".
"Hamboh".
Lapar, mampir sego kucing depan masjid Purwogondo. |
Sampai di depan Masjid Purwodondo, rombongan mampir ke warung kucing. Mereka berbisik begini:
"Kalau tidak diundang Mbah Yatun, lalu siapa tadi yang datang. Jangan-jangan," bulu mereka tiba-tiba begidik-berdiri, "siapa?" Mereka masih menyimpan tanya.
Anda yang ingin mendapatkan hasil rekaman diskusi tanpa kopi dan gorengan itu (hingga seperti tukaran), bisa ngajak ngobrol sahabat Rozi. Silakan! (ansorngabul.or.id - ab)