![]() |
Kiai Mahrus Ali (paling kanan) saat berceramah di Jokosari, Ngabul, diiringi rebana modern dari Desa Langon, Sabtu (13/09/2018) malam. |
Menurut pendakwah asal Mayong, Jepara tersebut, orang mati itu persis dengan pindahan rumah. Mereka butuh bekal, perayaan dan walimahan, yang biasa disebut dalam fiqih sebagai walimatul waqirah.
Namanya pindahan rumah dan tidak akan kembali ke tempat awal, ia jelas lebih menyiapkan rumah di daerah yang akan dijadikan hunian selamanya. Kata Kiai Mahrus, jika yang dibangun justru rumah di daerah asal, berarti dia koplak dan yaknah (tidak beres).
“Tapi banyak yang malas membangun rumah akhirat,” terangnya kepada ribuan jamaah yang hadir.
Karena itulah, haul bagian dari doa untuk mereka yang sudah meninggal, “Kanjeng Nabi tiap tahun ngestukno (mementingkan) ziarah kepada sahabat beliau yang meninggal, kulla haulin (tiap tahun),” jelas Kiai Mahrus.
Ditegaskan juga, istilah yang sesuai untuk haul adalah “haul-un” yang artinya putaran waktu setahun. Kalau istilah “khol-un” itu dalam Bahasa Arab artinya paman dari jalur ibu. Sedangkan paman dari jalur ayah, orang Arab menyebutnya “’Aam-un”. Antara haul dan khol, sangat jauh maknanya.
Kiai Mahrus juga mengkritik mereka yang membid’ahkan tradisi haul. “Menyebut haul tidak ada dalil itu bawur (mata tidak melihat dalil) tenan,” tukasnya kepada hadirin pengajian umum yang bekerjasama dengan NU Ranting Ngabul tersebut.
Acara berlangsung hingga tengah malam. Dihadiri Rais Syuriah NU Ranting Ngabul, Kiai Mukari, Ketua Tanfidz NU Ranting Ngabul, Kiai Abdul Halim al-Hafidz, petinggi Desa Ngabul, Ahmadun, serta puluhan kader Ansor-Banser Ngabul dan IPNU-IPPNU sebagai panitia di lapangan. (ansorngabul.or.id – ab)